Senin, 17 Desember 2012

sang perindu syurga


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Perkembangan tasawuf di Indonesia
 Sejarah perkembangan tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian islam di Indonesia. Sejak masuknya islam di Indonesia, unsur  tasawuf telah mewarnai kehidupan keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini pun. Nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman keagamaan sebagian kaum muslimin Indonesia.
Perlu kita ketahui bahwa dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang di tulis dalam bahasa Arab maupun bahasa melayu, berorientasi sufisme. Hal ini menunjukan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita bias melihat bagaimana pengaruh yang sangat besar dari para  sufi ini di tanah Aceh maupun di tanah jawa.
             Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peranan para sufi dalam penyebaran islam pertama kalinya di nusantara, ia menyebutkan tokoh sufi syekh Abdullah Arif yang menyebarkan islam untuk pertama kalinya di Aceh sekitar abad ke-12 M. ia adalah seorang pendatang ke nusantara bersama banyak mubalig lainnya yang di antaranya bernama Sekh Ismail Zaffi.
Sebagaimana pendapat Hawash Abdullah, A.H Johns sebagaimana di kutip Azyumardi Azra, berpendapat bahwa para sufi pengembara yang terutama melakukan penyalaran islam di nusantara. Para sufi ini berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk nusantara setidaknya sejak abad ke-13, Faktor utama keberhasilan para sufi menyajikan islam dengan menekankan kesesuaian dengan islam atau kontinuitas, ketimbangan perubahan dalam kepercayaan dan praktik keagamaan local.  
 Menurut Azyumardi Azra, tasawuf yang pertama kali menyebar dan dominan di nusantara adalah yang bercorak falsafi, yakni tasawuf yang sangat filosofi dominasi tasawuf falsafi terlihat jelas pada kasus syekh Siti Jenar yang dihukum mati oleh wali songo karena  di pandang menganut paham tasawuf yang sesat.
        Penyebaran islam ke pulau jawa, juga perasal dari kerajaan pasai, terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoro yang ketiganya adalah Abituren pasai, melalui ke uletan mereka. Berdirinya kerajaan islam  Demak yang kemudian menguasai Banten dan Batavia melalui syarif Hidayatullah perkembangan islam di jawa untuk selanjutnya di gerakan oleh ulama yang diketahui dan dikenal dengan panggilan wali songo atau wali Sembilan; sebutan itu saja sudah cukup untuk mengatakan bahwa mereka adalah penghasa tasawuf yang sudah  sampai pada derajat “WALI”. Bukti ini di perkuat lagi oleh hikayat jawa yang mengisahkan drama pertentangan antara sunan Giri dan sunan Kalijaga disatu pihak melawan syekh Siti Jenar di pihak lain merupakan petunjuk lain yang kuat tentang perkembangan kehidupan tasawuf pada masa itu.
         Dalam dunia pesantren  generasi awal, warna sufisme yang kental juga terlihat  dari nilai anutan mereka yang dominasi sufisme aliran Al-Gahazali. Sufisme yang sangat kuat mewarnai kesantrian masa itu, dalam kelompok ini, buku-buku karangan Al-Ghazali adalah sumber bacaan sufisme yang paling di gemari dan pada umumnya memuat pokok bahasan tasawuf akhlak dan tasawuf amali, di kalangan tertentu di temukan literature tasawuf falsafi, seperti insan kamil karya Abdul Karim Al-Jili  pengaruh tasawuf falsafi cukup luas dan luas penganutnya dikalangan penganut tarekat, sedangkan tokohnya yang paling populer adalah seykh Siti Jenar pada masa lalu.
             Ada beberapa literature di Indonesia yang mengkaji tasawuf di Indonesia, baik mengenai penyebarannya maupun  tokoh-tokohnya. Di antaranya jaringan ulama Timur Tengah dan kepulauan nusantara Abad XVII dan XVIII yang ditulis oleh prof. Dr. Azyumardi Azra. Buku ini mengupas penyebaran tasawuf Indonesia dan jaringan ke Ilmuan tokoh-tokohnya dengan ulama Timur Tengah. Diantara  tokoh tasawuf yang diulasnya adalah Nur Ad-Din. Ar- Raniri, Abd Ar-Ra’uf As-sinkili, muhamad yusuf Al-makasari dan Al-palimbani.
              Buku lainnya ditulis oleh Dr. Hj.Sri mulyati,MA. Berjudul tasawuf nusantara : Rangkaian mutiara sufi terkemuka Tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia yang dibahas dalam buku ini adalah syekh Siti Jenar Hamzah fansuri, Nuruddin Ar-raniri. ‘Abd Ar-Rauf singkel. ‘Abd Ash-shamad Al-palimbani, muhamad Nafis Al-Banjari, syekh yusuf Al-makasari, Daud Al-fatani’, Ismail Al-minangkabawi’, Abd Al-wahhab Rokan dari langkah, syekh Ahmad khatib sambas. Abd Al-karim Banten, syekh muslim dari Demak, K.H.R Romly  dari jombang, dan Abah Anom dari Tasikmalaya.
B.     Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia
      1. Hamzah Al-Fansuri
         a.Riwayat Hidup Hamzah Al-Fansuri
                        Nama Hamzah Al-fansuri di nusantara tidak asing lagi dikalangan ulama dan sunan penyelidik ke islaman di Indonesia. Hampir semua penulis sejarah islam mencatat bahwa syekh Hamzah fansuri dan muridnya syekh syamsuddin sumatra’.termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Hallaj, paham hulul,ittihad,mahabbah dan lain-lain adalah siraman, syekh Hamzah fansuri diakui sebagai salah seorang pujangga islam yang sangat populer pada zamannya, dan hingga kini namanya mengiasi lembaran Sejarah kesustraan melayu dan Indonesia. Dalam buku-buku sejarah mengenai Aceh, namanya selalu diuraikan dengan panjang.

 Para pengkaji seperti Doorenbos (1933), Al-AHas (1970), Drewes dan Brakel (1986) dll dapat menafikan bahwa fansuri adalah ulama dan sufi pertama yang menghasilkan karya tulis ketasawufan dan keilmuan dalam bahasa melayu Tinggi atau baku, bahasa yang kelak di pilih menjadi bahasa Indonesia.
                        Berdasarkan kata “Fnsur” yang menempel pada namanya, sebagian peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari fansur, sebutan orang Arab terhadap Barus yang sekarang merupakan kota kecil di pntai barat Sumatra utara yang terletak  di antara simbolga dan singkel dalam satu sya’irnya, ia menulis. Hamzah nur asalnya fansuri mendapatkan wujud di tanah syahru nawi beroleh khilafa ilmu yang ahli dari pada Abdul Qadir sayyid jailani.
            b. Ajaran Tasawuf Hamzah Fansuri
            Pemikiran-pemikiran fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi ibn ‘arabi dalam paham wahdat wujuudnya . di antara ajaran-ajarannya adalah :
   a. Allah  
              Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab dia adalah yang pertama dan          pencipta Alam semesta. Allah lebih dekat dari pada urat nadi manusia sendiri,dan bahwa Allah  tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa ia ada di mana-mana.
b.Hakikat wujud dan penciptaan
   wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (mazh-har, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda yang ada sebenarnya merupakan manifestasi dari yang haqiqi yang disebut Al-haqq Ta’ala. Ia menggambarkan wujud tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud tuhan.
c.manusia
             walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Ia  adalah aliran atau pancaran  langsung dari Dzat yang mutlak. Ini menunjukan adanya semacam
kesatuan antara Allah dan manusia.
d.Kelepasan
             manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi insane kamil (manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandangannya kabur dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.  
2.Nuruddin Ar-Raniri   
a.Riwayat Hidup Nuruddin Ar-Raniri
             Ar-Raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat, india. Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Hasanjin Al-Hamid Asy-syafi’i.  Asy-syafi’i Ar-raniri. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang akhir abad ke-16.
              Menurut catatan Azyumardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaharuan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan islamnya di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat di istana Aceh. Pembaharuan utamanya adalah memberantas aliran wujudnya yang di anggap sebagai aliran sesat. Ar-Raniri dikenal pula sebagai seorang syekh islam yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang aliran wujudnyya ini. Bahkan lebih jauh, ia mengeluarkan fatwa yang mengarah kepada semacam perburuan terhadap orang-orang sesat.
             Di antara karya-karya yang pernah ditulis Ar-Raniri adalah:
a.Ash-Shirath Al-Mustaqim (fiqih berbahasa melayu).
b.Bustam As-Salatin fi Dzikr Al-Awwalin wa Al-Akhirin (bahasa melayu)
c.Durrat Al-fara’idh bi syarhi Al-Aqa’id (aqidah, bahasa melayu)
d.syifa’ Al-Qulub (cara-cara berdzikir, bahasa melayu)

b.Ajaran tasawuf Nuruddin Ar-Raniri
  a.Tentang Tuhan
             pendirian Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis. Ia berupaya menyatukan paham mutakalimin dengan paham para sufi yang diwakili ibn ‘Arabi. Ia berpendapat bahwa ungkapan “wujud Allah dan Alam Esa” berarti bahwa alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah, sebagaimana yang dimaksud ibn ‘Arabi. Namun, ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada. Yang ada hanyalah wujud Allah yang Esa.
b.Tentang Alam
             Ar-Raniri berpandangan bahwa ala mini diciptakan Allah melalui tajjali. ia menolak teori Al-faidh (emanasi) Al-farabi karena akan membawa kepada pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh kepada kemusyrikan.
c.Tentang Manusia
             manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk Allah yang paling sempurna di dunia ini. Sebab, manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang di jadikan sesuai dengan citra-Nya.juga, karena ia merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap dan menyekuruh). Konsep insan kamil, menurutnya, hamper sama dengan apa yang telah digariskan ibn ‘Arabi. 
d.Tentang Wujudiyyah
                Inti ajaran wujudiyyah, menurut Ar-Raniri, berpusat pada wahdat al-wujud, yang disalahartikan kaum wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam. Menurutnya, pendapat Hamzah Fansuri tentang wahdat al-wujud dapat membawa kekafiran. Ar-Raniri bepandangan bahwa jika benar tuhan da makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah tuhan dan tuhan adalah manusia maka jadilah seluruh makhluk itu adalah tuhan.
e.Tentang Hubungan Syariat dan Hakikat
              pemisahan antara syariat dan hakikat, menurut Ar-Raniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan argumentasinya, ia mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi, di antaranya adalah syekh Abdullah Al-Aidarusi yang menyarankan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalu syariat yang merupakan pokok dan cabang islam.

3.      Syekh Abdur Rauf As-Sinkili
a.Riwayat Hidup As-Sinkili
adalah seorang ulama dan mufti besar kerajaan Aceh pada abad ke-17 (1606-1637 M.). nama lengapnya adalah Syekh Abdur Rauf bin ‘Ali Fansuri. Sejarah mencatat bahwa ia merupakan murid dari dua ulama sufi yang menetap di mnekah dan madinah itu. Ia sempat menerima ba’iat tarekat syathariyah, di samping ilmu-ilmu sufi yang lain, termasuk sekte dan bidang ruang lingkup ilmu pengetahuan yang hubungan dengannya.
As-Sinkili mempunyai banyak murid, di antaranya adalah syekh Burhanuddin Ulakkan (wafat 1111 H/1691 M.) yang aktif mengambarkan tarekat syathariyah. Tersebarnya syathariyah mulai Aceh melalu jaluran yang tepat hingga ke Sumatra barat, menyusur hingga Cirebon jawa barat manakalah kita kaji dengan teliti, selalu aka nada persambungn sisilah As-Sinkili tersebut.
     Di antar karya-karya As-Sinklil adalah:
a. Mir’at Ath-Thullab (fiqh Syafi’i bidang mu’amalat),
b. Hidayat Al-Balighah (fiqih tentang sumpah, kesaksian, peradilan, pembuktian, dan lain-lain),
c.’Umadat Al-Muhtajin (tasawuf),
d.Syams Al-Ma’rifah (tasawuf tentang makrifa),
e.Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf),
f.Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf),
g.Turjuman Al-Mustafidh (tafsir),

b. Ajaran Tasawuf Abdur Rauf As-Ainklil
a. kesesatan ajaran tasawuf wujudiyyah, sebelum As-Sinklil tasawuf falsafi, yaitu tasawuf  wujudiyyah yang kemudian dikenal dengan nama Wahdat Al-Wujud. Ajaran tasawuf wuduiyyah ini dianggap Ar-Raniri sebagai ajaran sesat dan penganutnya dianggap murtad.
b. Rekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. As-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Ajaran tasawufnya sama dengan Syamsuddin dan Nuruddin, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan wujud hakiki,tetapi bayangan dari yang hakiki.
c.  Dizir.Dzikir, dalam pandangan As-Sinkili merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengannya hati selalu mengingat Allah.Tujuan Dizikir adalah mencapai fana’ (tidak ada wujud elain wuiud Allah), berarti wujud yang berdzikir bersatu dengan wujud-Nya, sehingga yang mengucapkan dzikir adalah dia.
d. Mattabat perwujudan Tuhan. Menurutnya, ada tiga marttabat perwujudan tuhan.Pertama,marttabat ahadiyyah atau iata’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada didalam ilmu tuhan.Kedua, marttabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yaitu sudah tercipta haqiqah muhammadiyyah yang pontesial bagi terciptanya alam. Ketiga, marttabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga dengan a’yan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.

4.Abd Shamad Al-Palimbani
a.  Riwayat Hidup Al-Palimbani
        Riwayat hidup Al-palimbani tidak begitu banyak di ketahui, karena dalam tulisan-tulisan yang ada sekarang, ia hampir tidak memberikan keterangan tentang dirinya. Walaupun demikian, kehidupan Al-palimbani tidak selurunya berada dalam kegelapan, karena didalam tulisan-tulisanny, ia selalu mencantumkan tempat dan tinggal.
   Abd Shamad Al-palimbani adalah seorang ulama sufi kelahiran Palembang pada permulaan abad ke-18, kira-kira tiga atau empat tahun setelah tahun 1700 M dan meninggalkan kira-kira tidak lama setelah tahun 1203 H/1778 M. ia adalah putra Abd Jalil bin syekh Abd Wahab bin syekh Ahmad Al-Mahdani dari yaman, seorang ulama sufi di san’a’, dan juga pernah diangkat menjadi mufti besar di negeri kedah Ketika berada di Palembang, Abd Al-Jalil menikah dengan seorang wanita negri ini, Radin Ranti. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Abd Ash-Shamad Al-palimbani.

  b. Ajaran tasawuf al-palimbani
 a.Tentang nafsu
       Al-palimbani tidak puas dengan ajaran Al-Ghazali tentang tiga tingkatan jiwa    (nafsu) manusia (ammarah, lawwamah, dan muthma’innah) yang berakhir dengan ketentraman dan kemantapan menerima segala keaadan yang dihadapi dalam hidup di dunia ini.
  b.Tentang Martabat Tujuan
        Harus  diakui, memang konsep martabat tujuan juga pernah dikutip oleh Abdus Shamad Al-palimbani dalam karyanya sair As-Salikin. Menurutnya,seperti yang dikutip Chotib Quzwain, wujud Allah ta’ala dapat dikenal dengan tujuan martabat.
 c.Tentang syari’at
      seperti banyak tokoh sufi lainnya, Al-palimbani percaya bahwa tuhan hanya dapat didekati melalu keyakinan yang benar pada keesaan tuhan yang mutlak dan kepatuhan pada ajaran-ajaran syari’at.
  d.Tentang Makrifat
          ia mengakui ajaran Al-Ghazali yang memandang bahwa tingkat makrifat tertinggi yang harus dicapa seorang sufi adalah memandang  Allah secara langsung, dengan mata hati yang telah bebas dan bersih dari segala noda dan godaan kehidupan.
  5. Syekh Yusuf Al-Makasari
  a. Riwayat Hidup syekh yusuf Al-makasari
          syekh yusuf Al-makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 syawal 1036 H. atau bersamaan dengan 3juli 1629 M., yangberarti tidak berarti lama setelah kedatangan tiga orang penyebar islam ke Sulawesi (yaitu Datuk RI Bandang dan kawan-kawannya dari minangkabau). Dalam salah satu kerangkannya, ia menulis ujung namanya dengan bahasa Arab “Al Makasari”, yaitu nama kota di Sulawesi selatan (unjung pandang).naluri fithrah pribadi syekh yusuf sejak kecil telah menmpakkan  diri cinta akan pengetahuan keislaman. Al-Quran 30 juz. Setelah lancar benar tentang Al-Quran dan mungkin termasuk seorang penghafal, ia mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, seperti ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, maani, badi’, balaghah, dan manthiq. Ia pun belajar ilmu fiqih, ilmu usuluddin dan tasawuf. Ilmu yang terakhir ini tampaknya  lebih serasi pada pribadinya. Dan pengetahuan syekh yusuf tentang tarikat yang dipelajarinya cukup bayak, bahkan mungkin sukar mencari ulama yang mempelajari demikian banyak tarekat serta mengamalkannya seperti dirinya, baik pada masanya maupun masa kini secara ringkas, tarekat-tarekat yang telah dipelajarinya dicantumkan di bawah ini :
a. Tarekat Qadiriyyah diterima dari syekh Nuruddin At-Raniri di Aceh,
b. Tarekat Naqsabandiyah diterima Syekh Abi Abdillah Abdul Baqi Billal,
c. Tarekat As-Saadah Al-Balawiyah diterimanya dari sayyid Ali di Zubeid/yaman,
d. Tarekat Syathariyah diterimanya dari Ibrahim Al-kurani Madinah,
e. Tarekat Khalawatiyah diterimany dari Abdul Barkat Ayub bin Ahmad bin Ayub Al-khalawati Al-Quraisyi di Damsyinq. Syekh ini adalah imam di masjid muhyiddin Ibn ‘Arabi.
b. Ajaran tasawuf syekh yusuf al-makasari
a.syariat dan hakikat. Berbeda dengan kecenderungan sufisme pada masa-masa awal yang mengelakkan kehidupan duniawi, syekh yusuf mengungkapkan paradigm sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran islam meliputi dua aspek:
aspek lahir(syariat) dan aspek batin (hakikat).
b.Transendensi tuhan: meskipun berpegang teguh transendensi tuhan, ia meyakini bahwa tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu itu.
c.Insan kamil dan proses penyucian jiwa.ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetapi hamba walaupun telah naik pada diri hamba.

6. Nawawi Al-Bantani
   a.Riwayat Hidup Nawawi Al-Bantani
Abu ‘Abd Al-Mu’thi Muhammad bin ‘Umar bin An-Nawawi Al-Jawi. Dilahirkan pada tahun 1230 H/1813 M. di desa tanara, sekarang masuk wilayah kecamatan Tirtayasa, kabupaten serang provinsi jawa barat Indonesia. Sebelum melakukan perjalanan ke mekkah, ia sempet berguru kepada ayahnya sendiri, Kyai H.Umar, seorang penghulu dari tanara. Ia pun sempet belajar kepada kyai H. sahal, seorang ulama terkenal di Banten saat itu.
            Pendidikannya kemudian diteruskan di mekah. Selama tiga tahun, ia bermukim di sana dan pulang ke tanah air dengan khazanah keilmuan agama yang relative cukup lengkap untuk menjadi seorang kyai di kampungnya. Namun,sebagaimana dijelaskan Snouck, ia merasa belum memenuhi cita-cita dan harapan masyarakat Banten secara penuh dan lengkap sehingga ia kembali ke mekah dan bermukim di sana sampai akhir hayatnya tahun 1314 H/1897 M. Di sana, ia terlibat dalam proses belajar dan mengajar serta menjadi pengarang dan maencapai kemasyhurannya di dunia islam, khususnya di Indonesia. Jadi menurut snouck, kepergiannya kembali untuk bermukim di mekah memang sudah direncanakan. Adapun menurut  Chaidar alas an kepergian An-Nawawi adalah Karena semangat pemberontakan Diponegoro sudah merembes ke Tuhan sehingga ia mendapat pengawasan pemerintahaan belanda.
               Sejak tahun 1830-1860, An-Nawawi belajar di bawah bimbingan para ulama terkenal, seperti syekh khatib sambas, syekh ‘Abd Al Ghani Bima, syekh yusuf sumbulaweni,syekh Ahmad Demyati, salah seorang ulama besar yang mengajar di masjid Al-Haram.di madinah, ia mengikuti pelajaran syekh Khatib Duma Al-Hanbali. Ia mengikuti pergi ke mesir dan syiria untuk belajar beberapa ulama di sana.
              Sebagai pengarang ternyata syekh nawawi al –bantani cukup produktif seperti halnya syekh Ahmad bin Zaini Dakhlan Al-makki.  
b.Pemikiran Nawawi tentang Tasawuf
    pemikiran Nawawi tentang tasawuf dapat dilacak dari karya-karyanya seperti Tanqih Al-Qaul, Mirqah shu’ud At-Tashdiq, dan Syarh Maraqi Al-‘Ubudiyyah. Berikut ini akan dikemukakan pikiran-pikirannya tentang tasawuf.
a.Tarekat
              salah satu pemikir Nawawi tentang tarekat adalah ungkapannya sebagai berikut: adapun orang-orang mengambil tarekat, jika perkataan dan perbuatanya sesuai dengan syariat Nabi Muhammad sebagaimana ahli-ahli tarekat yang benar, tarekat yang diambilnya maqbul; jika tidak demikian, tentulah tarekatnya seperti yang banyak terjadi pada murid-muridnya syekh Ismail minangkabau.
b.Ghibah
            Nawawi menjelaskan: Diharuskan melarang siapa pun melakukan ghibah melalui lisannya jika tidak memungkinkan melarang orang itu dengan tengannya.jika tidak memungkinkan melakukan pelarangan itu dan tidak memungkinkan meninggalkan tempat ghibah berlangsung, haram untuk mendengarkannya lakukan hal itu dengan cara berdzikir kepada Allah SWT.
c.sifat manusia
             Nawawi menjelaskan: pada diri manusia berkumpul empat macam sifat, yaitu kebinatang-buasan (sabu’iyyah), kebinatang-jinakan (bahimiyyah), kesetanan (syaitha-niyyah), dan ketuhanan (rabbaniyyah).
7. Hamka
a.Riwayat Hidup
              Hamka (Haji Abdul Malik Kalim Amrullah) dilahirkan di tanah sirah, sungai Batang di tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharam 1362 H., bertepatan dengan 16 Februari 1908 M. Hmaka mengawali pendidikannya dengan belajar membaca Al-Quran di rumah orang tuanya. Setahun kemudian, setelah mencapai usia tujuh tahun, hamka dimasukan ayahnya ke sekolah desa. Pada tahun1916, ketika jainudin Labai El-yunus mendirikan sekolah diniyah petang hari, di pasar usang padang panjang, hamka lalu dimasukkan ayahnya ke sekolah ini. Pagi hari, hamka pergi ke sekolah desa, sore hari pergi ke skolah dinaiyah, dan malam hari, hamka berada di surau bersama teman-teman sebayanya. Dan ayahnya pada tahun 1918, saat hamka masih kecil, Abdul Karim Amrullah (ayahnya) kembali dari perlawatan pertamanya ke tanah jawa. Surau Jembatan besi, tempat ayah hamka member pengajaran agama dengan system lama, diubah menjadi madrasah yang kemudian dikenal dengan Thawalib School, dan hamka dimasukkan ke sekolah itu.
b. Pemikiran Hamka tentang tasawuf
             pikiran-pikiran hamka agaknya lebih banyak tercurah pada soal-soal iman, akhlak dan aspek-aspek social, di luar lingkup pengertian tradisonal tentang muamalah dan soal-soal ibadah mahdhah. Sebab, kalau kita melihat  ulama-ulama pada masa lampau, kebanyakan ulama adlah ulama fiqih. Hamaka agaknya memilih cara diskusi (discourse)yang lebih bebas dari pada pembahasan ayat demi ayat dengan keterangan Al-Quran dan Hadis seperti yang dilakukan gurunya. Alasan demikian, dikemukakan bahwa wilayah filsafat dan tasawuf sangat erat kaitanya. Perbedaanya hanya dalam alat mencari tuhan. Kalau filsafat memakai daya berpikir yang disebut akal, tasawuf memakai daya rasa yang disebut kalbu.
   Setidaknya ada dua buku yang dapat dibaca untuk menelusuri pemikiran-pemikiran Hamka.  Pertama, Tasawuf modern yang ditulis oleh hamka sendiri. Kedua, tasawuf positif dalam pemikiran HAMKA yang ditulis oleh Mohammad Damami. Berikut ini adalah pemikiran-pemikiran Hamka tentang tasawuf berdasarkan kedua buku di atas.
a.Hamka Tasawuf
            menurut Hamka, walaupun pengambilan kata tasawuf itu, dari bahasa Arab atau yunani, dari asal-asal pengambilan itu, nyata bahwa yang dimaksud dengan kaum tasawuf atau kaum sufi ialah kaum yang telah menyusun perkumpulan untuk menyisikan diri dari orang banyak, dengan maksud membersihkan hati, laksana kilat-kaca terhadap tuhan, atau memakai pakaian yang sederhana, tidak menyerupai pakaian orang dunia, biar hidup kelihatan kurus-kering bagai kayu di padang pasir, atau memperdalam penyelidikan tentang peruhubungan makhluk dengan khaliqnya, sebagaimana yang dimaksud perkataan yunani itu.   
             Bila disebut orang nama kaum sufi, terutama di negeri kita ini, teringatlah kita kepada tarekat Naqsyabandiyah,Syaziliyah,Samaniyah, Dan Haji paloppo di tanah Bugis. Bila kita pelajari tarekat yang ada di sini, tampaknya setiap tarekat mempunyai peraturan sehari-sehari, maka pada asalnya tidaklah tasawuf itu mempunyai peraturan tertentu yang tidak boleh diubah-ubah.yang sebetulnya, tasawuf itu menempuh kemajuan juga. Dia adalah semacam filsafat yang telah timbul kemudian dari zaman nabi, yang maju mundur menilik keadaan negeri.
             Tasawuf adalah salah satu filsafat islam yang bertujuan zuhud dari dunia yang fana, tetapi lantaran banyak bercampur dengan negeri dan bangsa lain, banyak-sedikitnya masuk jugalah pegajian agama dari bangsa lain ke dalamnya.
            Menurut Hamka, tasawuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan untuk memperbaiki budi dan membersihkan bati. Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi dari kemungkina-kemungkinan seseorang terpeleset ke dalam lumpur keburukan budi dan kekotoran batin yang intinya, antara lain dengan berzuhud seperti teladan hidup yang di contohkan langsung oleh Rasulullah lewat As-Sunah yang sahih. Tasawuf bagi Hamka bukan tujuan, melainkan alat saja.
             Dengan dasar uraian tersebut, hamka lalu mencoba merinci beberapa hal sebagai berikut: tasawuf menjadi negative, bahkan sangat negative kalau tasawuf:
a.dilaksanakan dengan berbentuk kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran agama islam yang terumus dalam Al-Quran dan As-Sunnah, seperti mengharapkan pada diri sendiri terhadap hal-hal yang oleh Allah SWT.
b.dilaksanakan dalam wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan bahwa dunia ini harus dibeci.justru pandangan semacam itu telah tampak melembaga dalam kalangan penganut tarekat.  
             Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif kalau tasawuf:
a.dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah dengan muatan-muatan peribadahan yang telah dirumuskan sendiri oleh Al-Quran dan A-Sunnah: mana yang diwjibkan dan dihalalkan dikerjakan dan mana yang diharamkan ditingaglkan.
b.dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan soal yang tinggi dalam arti kegitan yang dapat mendukung “perbedaanya untuk islam” agar kemiskinan ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan menetalitas. Dengan demikian umat islam ingin berkorban, ada hal atau barang yang akan dikorbankan, akan mengeluarkan zakat, ada bagian kekayan yang akan diberkan kepada orang yang berhak dan sebagiannya.
Melalui roh “tasawuf” yang semula bermaksud untuk zuhud terhadap dunia, yaitu sikap hidup agar hati tidak “dikuasai” oleh keduniawian.
          Dengan memerhatikan rincian kemungkinan-kemungkinan tasawuf menjadi negatif atau positif di atas, hamka menyimpulkan bahwa tasawuf yang bemuatan zuhud yang benar, dilaksanakan lewat peribadatan dan  I’tiqad yang benar, mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral yang efektif.
b.fungsi tasawuf
             menurut pendapat hamka, tasawuf yang bermuatan zuhud yang benar, yang juga dilaksanakan peribadahan agama yang didasari I’tiqad yang benar, mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral keagamaan (moral religius) yang efektif. Pendapat ini dia didasarkan atas pengamatannya terhadap cara melaksanakan hidup ketasawufan di kalangan masyarakat. Menurutnya, dalam tasawuf senantiasa di tekankan masalah pembinaan moral secara positif.
c.Tasawuf modern
            Dari segi struktur , tasawuf yang ditawarkan hamka berbeda dengan tasawuf pada umumnya (tasawuf tradisional). Tasawuf yang ditawarkan Hamka (disebut ‘’tasawuf modern ‘’ atau ‘’tasawuf positif’’) berdasar pada prinsip ‘’tauhid ‘’, bukan pencarian pengalaman ‘’mukasyafah ‘’. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhud yang dapat dilaksanakan  alam peribadahan resmi sikap zuhud, tidak perlu terus-menerust bersepi-sepi diri dengan menjauhi kehidupan normal. Penghayatan tasawufnya berupa pengalaman takwa yang dinamis, bukan ingin:bersatu dengan tuhan (unitive state).
              Secara garis besar, konsep dasar sufistik yang ditawarkan hamka adalah sufisme yang berorentasi “ke depan” yang ditandai dengan mekanisme dari sebuah sistem ketasawufan yang unsure-unsurnya meliputi: prinsip “tauhid”, dalam arti menjaga transendesi tuhan dan sekaligus merasa ‘’dekat dengan tuhan ‘’  memanfaatkan peribadahan sebagai media bertasawuf, dalam arti menjaga transendensi tuhan dan sekaligus merasa “dekat tuhan memafaatkan peribadahan sebagai media bertasawuf, dalam arti di samping melaksanakan perintah agama, juga mencari hikmah di balik semua perintah ibadah itu; dan mengasilkan refleksi hikmah yang berupa sikap positif terhadap hidup dalam wujud memiliki etos sosial yang tinggi.


d.Qana’ah